Jodoh memang telah tertulis lebih dulu sebelum manusia itu terlahir. Siapapun nanti yang akan menjadi pasangannya maka itulah takdirnya. Rasulullah sebagai manusia terbaik dalam mahligai rumah tangga menikahi seorang janda sebagai istri pertamanya. Meskipun demikian, pada suatu ketika beliau pernah bertanya kepada sahabat Jabir yang baru menikahi seorang janda,
“mengapa tidak (menikahi) perawan saja, kamu bisa bermain-main dengannya dan dia juga bisa bermain-main denganmu.” [HR. Bukhari]
قَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ ” لجابر ” وَقَدْ نَكَحَ ثَيِّبًا ” هَلَّا بِكْرًا تُلَاعِبُهَا وَتُلَاعِبُكَ
Mengenai hadis di atas, menurut Al Mubarokfury dalam syarahnya dengan menukil pendapat Imam At Tiby memberikan gambaran bahwa kasih sayang istri perawan adalah kasih sayang yang sempurna, adapun janda terkadang masih terpaut hatinya dengan suaminya yang lebih dulu.
Jadi, kecintaannya menjadi kurang sempurna terhadap suaminya berbeda dengan yang masih perawan.
Melihat realita sekarang, tidak sedikit yang masih bujang ataupun perawan(*) sudah pernah sekali bahkan berkali-kali merajut cinta kasih dalam ikatan pacaran yang tidak menutup kemungkinan akan selalu membekas dalam hatinya meski tidak berakhir dalam ikatan pernikahan.
Dalam masalah ini, dengan manggabungkan antara keduanya (hadis dan realita) kalau boleh berkomentar, siapapun jodohnya baik perawan atau janda dalam masalah rasa cinta dan kasih sayang akan kembali pada bagaiaman pintarnya suami memberi bumbu rumah tangganya.
Mungkin hanya masalah gengsi dan kepuasan saja ketika berjodoh dengan yang masih perawan.
(*) Perawan Asli
Oleh: Nasyit Manaf
Sumber: fiqhmenjawab.net