Perbedaan Penentuan 1 Syawal antara NU dan Muhammadiyah: Metode Hisab vs Rukyatul Hilal


Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) adalah dua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Keduanya memiliki perbedaan dalam menentukan 1 Syawal, hari raya Idul Fitri yang menandai berakhirnya bulan Ramadan.

Muhammadiyah menentukan 1 Syawal berdasarkan hasil hisab atau perhitungan astronomi, sedangkan NU menentukan 1 Syawal berdasarkan rukyatul hilal atau melihat langsung hilal atau bulan sabit setelah terbenam matahari.

Perbedaan ini berasal dari perbedaan dalam pendekatan interpretasi terhadap sumber hukum Islam, terutama dalam menentukan awal bulan Hijriyah atau penanggalan Islam. Muhammadiyah menganut hisab, yaitu perhitungan matematika dan astronomi untuk menentukan awal bulan Hijriyah, sedangkan NU menganut rukyatul hilal, yaitu metode melihat langsung hilal atau bulan sabit.

Muhammadiyah percaya bahwa hisab memberikan hasil yang lebih akurat dan presisi, serta lebih memungkinkan untuk dijadwalkan dan diatur jauh-jauh hari sebelumnya. Sementara itu, NU percaya bahwa rukyatul hilal lebih sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan memberikan pengalaman keagamaan yang lebih menyentuh langsung.

Perbedaan ini telah ada sejak lama, dan kedua organisasi telah menghormati perbedaan tersebut dan mengakui hak masing-masing untuk menentukan 1 Syawal sesuai dengan keyakinan mereka. Hal ini telah menjadi bagian dari keanekaragaman budaya dan keagamaan di Indonesia, dan telah mencerminkan toleransi antarumat beragama.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, perbedaan ini telah menimbulkan beberapa kontroversi, terutama di media sosial. Beberapa orang menyebut perbedaan ini sebagai masalah yang harus segera diatasi, sedangkan yang lain mempertahankan bahwa perbedaan ini adalah bagian dari keanekaragaman budaya dan keagamaan di Indonesia yang perlu dihargai.

Penting untuk diingat bahwa perbedaan ini bukanlah masalah yang serius, tetapi hanya merupakan perbedaan pendapat dalam menentukan awal bulan Hijriyah. Kedua organisasi memiliki hak untuk menentukan 1 Syawal sesuai dengan keyakinan mereka, dan kita harus menghormati perbedaan ini sebagai bagian dari keanekaragaman budaya dan keagamaan di Indonesia. Yang terpenting, kita harus tetap fokus pada makna sebenarnya dari hari raya Idul Fitri, yaitu sebagai hari raya kemenangan setelah sebulan berpuasa dan sebagai momentum untuk meningkatkan nilai-nilai kebaikan dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

Prinsip Salaf Sholeh Atas Ru`yatul Hilal

Disebutkan dalam kitab Aadaatus Salaf Aal Ba'alawi hal 54 karya Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar

ومن عاداتهم الاجتماعية رضي الله عنهم كما ذكر الحبيب علوي بن شهاب قال : أن عادة السلف لايخوضوا في رؤية الشهر في دخوله وخروجه ، بل يجعلون ذلك راجع الى الدولة

Termasuk prinsip yang disepakati oleh para Habaib / Salaf Sholeh, sebagaimana disebutkan oleh Al-Habib Alwi bin Abdullah bin Syihabuddin :

"Bahwasannya mereka para Salaf Sholeh, tidak mengomentari atau ikut campur perihal ru`yah atau masuk & keluarnya suatu bulan. Namun mereka memasrahkan urusan tersebut pada pemerintah negara."

Harap Patuhi Kebijakan Komentar Kami
Video Shortcode: {video}YouTube Video URL{/video}
Image Shortcode: {image}Custom Image URL{/image}

Lebih baru Lebih lama