Imam Fakhruddin Ar-Razi (544- 606H/1150-1210 M) menerangkan, Allah telah menyampaikan berbagai ancaman terhadap orang memakan harta anak yatim secara zalim. Seperti ayat 2 yang menyatakan memakan harta anak yatim sebagai dosa besar, dan Surat An-Nisa ayat 9 yang memerintahkan wali agar berhati-hati dengan urusan harta yatim, Kemudian dalam Surat An-Nisa ayat 10 secara lebih tegas Allah mengancamnya dengan siksa api neraka. Semua ancaman tersebut merupakan rahmat perlindungan Allah kepada anak yatim.
Meski yang disebut hanya perbuatan makan, namun maksudnya adalah semua perbuatan merusak harta yatim. Sebab anak yatim tetap rugi meskipun hartanya rusak karena dimakan, dibakar, dikorup atau lainnya.
Sebagaimana dikatakan pakar tafsir generasi tabiin Imam Ismail bin Abdurrahman As-Sudi (wafat 168 H/745 M). maksud ayat sesuai lahiriahnya. Yaitu bila orang nekat memakan harta anak yatim secara zalim maka di hari kiamat ia akan dibangkitkan dengan kondisi kobaran api keluar dari mulut, telinga dan matanya, yang dengannya orang lain tahu bahwa ia telah melakukan dosa memakan harta anak yatim.
Sementara Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam tafsirnya Aisarut Tafasir mengatakan bahwa maksud memakan harta anak yatim itu adalah tanpa hak. Akan tetapi, tidak termasuk di dalamnya jika pengurus atau wali bagi anak yatim itu adalah seorang fakir, dan ia mengambil bagian dari harta anak yatim itu secara makruf, sesuai dengan ukuran kepengurusannya.